Jumat, 14 Januari 2011

Ada Bambu Bersuara Mirip Harimau



Bambu
KOMPAS.com — Ternyata, ada bambu yang bisa bersuara lho. Bukan bambu yang sudah berbentuk seruling, melainkan yang masih berupa tanaman. Yang lebih mengejutkan, suara bambu ini mirip suara harimau.
Jatmika, Pimpinan Yayasan Bambu Indonesia, mengungkapkan, "Bambu tersebut disebut haur gereng. Disebut seperti itu karena kalau tertiup angin bisa bersuara seperti harimau, nggereng.
"Bambu tersebut berdiameter 12-13 cm. Selain itu, bambu ini juga berduri," kata Jatmika saat penandatanganan nota kesepahaman antara Kehati dan Alstom di Yayasan Bambu Indonesia, Cibinong, Kabupaten Bogor, Kamis (13/1/2011).
Mengenai jenis bambu yang kini hanya bisa ditemukan di wilayah hutan Ujung Kulon itu, Jatmika mengatakan, "Dahulu jenis bambu ini banyak digunakan sebagai pelindung kerajaan, seperti benteng. Bambu ini juga sangat kuat sehingga bisa ditaman di tebing untuk mencegah longsor."
Jatmika menuturkan, seorang ahli pengobatan dari China berpendapat bahwa serbuk dalam bambu ini memiliki khasiat obat. Konon, orang Sunda zaman dahulu percaya bahwa pada akhir zaman ada penyakit yang hanya bisa diobati dengan bambu ini.
Terlepas dari benar tidaknya pendapat tersebut, Jatmika menuturkan bahwa bambu ini merupakan jenis yang terancam punah. Karena itu, upaya pelestarian perlu dilakukan pada jenis bambu ini.

SIPUT CAHAYA


Dimitri Deheyn, Nerida Wilson
Siput Hinea brasiliana memancarkan cahaya hijau saat menghadapi predator.
KOMPAS.com - Beberapa jenis hewan punya cara alami yang unik untuk mengindar dari predator. Misalnya cumi-cumi yang menyemprotkan cairan hitam mengandung zat yang tak disukai pemangsanya atau sigung yang mengeluarkan kentut sangat berbau.
Cara unik menghindari mangsa juga dimiliki spesies siput yang bernama Hinea brasiliana. Hewan laut ini bisa mengeluarkan cahaya dari cangkangnya. Cahaya yang bisa dipancarkan secara tiba-tiba itu mungkin untuk mengejutkan predator yang akan menyerangnya sehingga siput punya waktu untuk berlindung ke dalam cangkang.
Keunikan spesies itu diteliti oleh dua orang ilmuwan dari Scripps Institution of Oceanography di UC San Diego, Dimitri Deheyn dan Nerida Wilson. Lewat hasil risetnya, peneliti menemukan bahwa cara siput mengemisikan cahaya warna hijau dengan cara yang unik saat menghadapi predator seperti gerakan kepiting dan udang yang berenang.
Peneliti mengatakan, biasanya cahaya diproduksi oleh siput dengan cara mengemisikannya secara terfokus. Namun, siput ini mengemisikan cahaya dengan menyebarkannya secara unik lewat sel cangkang. Hal tersebut membuat ukuran tubuhnya terlihat lebih besar. Temuan tersebut dipublikasikan di Proceeding of the Royal Society B.
Wilson mengatakan, "Sangat jarang siput dasar laut bisa mengeluarkan cahaya. Lebih mengejutkan lagi ketika tahu siput ini bisa menggunakan cangkang untuk mengoptimalkan cahayanya yang diproduksinya."
Ia juga menemukan bahwa warna cangkang yang kekuningan tidak mematikan warna cahaya yang diproduksi siput, yakni hijau. Justru, cangkang berperan dalam mendispersikan cahaya warna hijau tersebut.
Deheyn mengatakan, adaptasi siput dalam menggunakan cangkang ini sangat menarik bagi penelitian optik dan bioengineering. Memahami karakteristik cangkang bisa membantu ilmuwan mengembangkan material tertentu yang berfungsi sama.
"Kapasitas difusi cahaya yang kami lihat pada siput ini lebih besar dari materi sejenis lainnya. Fokus selanjutnya adalah memahami mengapa cangkang punya kapasitas tersebut. Ini berpotensi untuk mengembangkan material dengan performa optik yang lebih baik," kata Deheyn.

KATAK BERNYANYI


Robin Moore/iLCP/Conservation International
Katak Macaya Dada Berbintik, Eleutherodactylus thorectes, spesies langka yang ditemukan di Massif de la Hotte, Haiti.

KOMPAS.com — Para ahli konservasi dari Conservation International berhasil menemukan kembali enam jenis katak endemik Haiti. Katak yang ditemukan termasuk jenis yang telah menghilang selama puluhan tahun dan diduga punah serta beberapa di antaranya memiliki suara yang elok seperti nyanyian.
Enam jenis katak yang ditemukan ialah katak Hispaniolan ventriloquial, katak Mozart, katak rumput La Selle, katak Macaya dada berbintik, katak Hispaniola bermahkota, dan katak Macaya burrowing.
Salah satu jenis yang unik adalah katak Hispaniolan ventriloquial. Spesies itu bisa "melempar" suara ke tempat yang jauh sehingga bisa mengecoh predator yang memburunya karena suara katak itu seolah berasal dari tempat lain. Sementara jenis lain yang juga unik adalah katak Macaya burrowing yang suka menggali liang di tanah. Jenis ini punya mata hitam dan kaki belakang berwarna oranye.
Sementara dari namanya, yang tak kalah menarik adalah katak Mozart. Katak ini dinamai mirip nama komponis Wolfgang Amadeus Mozart karena menghasilkan suara yang mirip nada-nada musik. Pada malam hari bunyinya seperti siulan empat nada, sedangkan pada senja dan petang seperti siulan dua nada.
Temuan paling mengejutkan adalah katak rumput La Selle. Jenis tersebut sudah tidak dijumpai selama 25 tahun. Jenis ini adalah satu di antara 48 jenis amfibi yang paling jarang dijumpai di Haiti sehingga menjadi misteri. "Kami mencari satu spesies, tetapi ternyata menemukan harta karun lainnya. Ini mencerminkan ketahanan dan harapan bagi masyarakat Haiti serta satwa liar yang ada," kata Richard Moore, pemimpin ekspedisi CI ini.
Jenis katak yang hilang ini ditemukan di Haiti pada Oktober tahun lalu. Seperti diketahui, Haiti tahun lalu dilanda gempa dahsyat yang merusak infrastruktur dan memakan korban jiwa dalam jumlah besar. Moore dan Blair Hedge dari Pennsylvania State University menjadi koordinator penelitian ini. Penemuan tersebut merupakan  bagian dari proyek pencarian kembali jenis-jenis amfibi yang kini jarang ditemukan.

Selasa, 11 Januari 2011

INDONESIA BISA JADI "SUPER POWER"

JAKARTA, KOMPAS.com — Penerima Nobel Perdamaian 2007, Al Gore, memprediksi Indonesia bisa menjadi negara super power dalam hal penggunaan energi panas bumi (geotermal) sebagai sumber tenaga listrik.
Para ilmuwan dan para ahli terkenal secara luas mengatakan bahwa produksi listrik dari panas bumi dapat mempresentasikan luasnya sumber tenaga listrik yang bebas karbon di dunia saat ini.
-- Al Gore
"Indonesia bisa menjadi negara super power untuk energi listrik dari panas bumi dan hal itu bisa menjadi kelebihan untuk ekonomi Indonesia," kata Al Gore dalam pidato pembukaan "The Climate Project Asia Pacific Summit" di Balai Sidang Senayan Jakarta, Minggu (9/1/2011).
Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat itu melihat Indonesia merupakan negara ketiga terbesar yang memproduksi listrik dari tenaga panas bumi, sedangkan Filipina sebagai negara terbesar kedua di dunia produsen listrik panas bumi.
"Para ilmuwan dan para ahli terkenal secara luas mengatakan bahwa produksi listrik dari panas bumi dapat mempresentasikan luasnya sumber tenaga listrik yang bebas karbon di dunia saat ini," katanya.
Al Gore yang juga penerima Oscar melalui film dokumenter An Inconvenient Truth ini mengatakan, solusi perubahan iklim melibatkan berbagai langkah yang bisa diambil untuk menghemat uang sekaligus mengurangi emisi karbon dioksida.
Al Gore mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan profil emisi karbon yang unik karena sebagian besar berasal dari sektor kehutanan dan hutan gambut.
"Ada peluang besar untuk mengambil pendekatan keberlanjutan dari raksasa seperti pembakaran batu bara dan minyak atau gas," katanya.
Dia mengatakan, ada banyak langkah yang bisa diambil untuk mencegah kerusakan hutan dan mengurangi emisi sekaligus meningkatkan pendapatan dan menciptakan perekonomian di Indonesia.
"Pengunaan lahan yang lebih efisien akan meningkatkan nilai ekonomi dan mengurangi polusi dari gas rumah kaca," katanya.
Ada dampak yang besar dari usaha mitigasi seperti penghentian pembakaran pembukaan lahan dan hutan gambut.